Kepala PPATK Ivan Yustiavandana Ungkap Temuan TPPU Rp 349 Triliun yang Tidak Dilakukan oleh Kemenkeu

- Selasa, 21 Maret 2023 | 21:11 WIB
Ilustrasi  pencucian uang (Pixabay/ pasja1000)
Ilustrasi pencucian uang (Pixabay/ pasja1000)

HALUANKALBAR.COM - Kepala Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, membantah bahwa temuan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 349 triliun tidak dilakukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Ivan menyebut bahwa terdapat keterkaitan antara temuan tersebut dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang ada di Kemenkeu.

Hal itu diungkapkan Ivan saat menjawab pertanyaan anggota dan pimpinan Komisi III DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 21 Maret 2023.
 
“Jadi, Rp 349.847.187.000.000,- itu bukan, ini kita tidak semua bicara tentang tindak pidana yang dilakukan Kementerian Keuangan, bukan di Kementerian Keuangan, tapi terkait dengan tugas pokok dan fungsi Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal,” ujarnya, dikutip HaluanKalbar.com, Selasa, 21 Maret 2023.
 
 
Temuan TPPU itu banyak terkait dengan kasus ekspor-impor dan juga perpajakan.
 
Dalam ekspor-impor misalnya, jumlahnya bisa mencapai lebih dari Rp 100 triliun atau Rp 40 triliun.
 
“Itu kebanyakan terkait dengan kasus impor-ekspor, kasus perpajakan, di dalam satu kasus saja kalau kita bicara ekspor-impor itu bisa lebih dari Rp 100 triliun, lebih dari Rp 40 triliun, itu bisa kebanyakan," tuturnya.
 
Dia membeberkan tiga hal dalam temuan PPATK ini. Pertama, LHA (laporan hasil analisis) yang PPATK sampaikan itu ada LHA yang terkait dengan oknum.
 
Kedua, ada LHA yang terkait oknum dan institusinya, semisalnya kasus ekspor-impor dan perpajakan  serta hukum yang terlibat.
 
Ketiga, PPATK tidak menemukan oknumnya tapi menemukan tindak pidana asalnya.
 
“Jadi tindak pidana asal misalnya kepabeanan, perpajakan, itu yang kita sampaikan kepada penyidiknya,” tegasnya.
 
 
Dengan demikian, dia menegaskan, temuan Rp349 Triliun ini sama sekali tidak bisa diterjemahkan bahwa tindak pidananya terjadi di Kemenkeu.
 
Karena ini jauh berbeda. Sehingga, kalimat transaksi janggal di Kemenkeu juga kalimat yang salah.
 
“Itu yang menjadi tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan,” jelas Ivan.
 
Dia mencontohkan, saat PPATK menyerahkan kasus korupsi ke KPK, itu bukan tentang orang KPK, melainkan karena tindak pidana korupsi itu merupakan penyidik TPPU, dan pidana asalnya adalah KPK.
 
Lalu pada saat PPATK menyerahkan LHA kasus narkotika kepada Badan Narkotika Nasional (BNN), itu bukan berarti ada tindak pidana narkotika di BNN, tapi terkait dengan institusi BNN.
 
“Sama pada saat bea cukai maupun pajak, itu karena memang urusan kepabeanan ekspor-impor itu bea cukai, pasal 74 yang mulia semua bikin itu kan penjelasannya mengatakan bea cukai adalah penyidik tindak pidana asal,” paparnya.
 
Menurut Ivan, kemudian yang perpajakan itu yang angkanya besar. Di kalangan  masyarakat, memang itu kesalahan dari saya dan PPATK.
 
Literasi publik dari PPATK kurang melakukan kampanye dan segala macam, memang terjemahannya agak sulit.
 
Kesalahannya adalah diterjemahkan itu terjadi di Kementerian Keuangan, tidak bisa seperti itu menurut Ivan.***

Editor: Hardiyansyah Supardi

Sumber: Youtube TVR Parlemen

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X